Yanti Sang Pemuas Nafsu
Perpisahan yang sungguh berat, terutama bagiku; mungkin bagi tante U,
hal itu sudah biasa karena hubungan sex buat dia hanya merupakan suatu
kebutuhan biologis semata, tanpa melibatkan perasaan. Namun lain halnya
denganku, aku sempat merasa kesepian dan rindu yang amat sangat
terhadapnya, karena sejak pertama kali aku tidur dengannya, hatiku sudah
terpaut dan mencintainya. Sejak aku mengenal tante U, aku mulai
mengenal beberapa wanita teman tante U, mereka semuanya sudah
berkeluarga dan usianya lebih tua dariku. Wanita lain yang sering
kutiduri adalah tante H; dan tante A seorang janda cina yang cantik.
Jadi semenjak kepindahan tante U ke Medan, merekalah yang menjadi teman
kencanku. Karena tante H dan tante A sudah berstatus janda, maka tak ada
ke-sulitan bagi kami untuk mengatur kencan kami.
Hampir setiap hari aku menginap di rumah tante H, dengan tante H
boleh dikata setiap hari aku melakukan hubungan intim tidak mengenal
waktu, dan tempat. Pagi, siang sore atau malam, di kamar, di ruang tamu,
di dapur bahkan pernah di teras belakang rumahnya.Teradang kami main
bertiga, yakni aku, tante H dan tante A. Di rumah tante H benar-benar
diperas tenagaku. Sesekali waktu aku harus melayani temen tante H yang
datang ke sana untuk menghisap tenaga mudaku. Aku sudah nggak peduli
lagi rupanya aku dijadikan gigolo oleh tante H. Pokoknya asal aku suka
mereka, maka langsung kulayani mereka.
Suatu saat aku bertemu dengan seorang gadis. Cantik dan sexy banget bodynya. Dian namanya temen adik perempuanku. Dengan keahlianku,
maka kurayu dan kupacari Dian. Suatu hari aku berhasil mengajaknya
jalan-jalan ke suatu tempat rekreasi. Di suatu motel akhirnya aku
berhasil menidurinya, Aku agak kecewa, rupanya Dian sudah nggak perawan
lagi. Namun perasaan itu aku pendam saja. Kami tetap melanjutkan
hubungan, dan setiap kali bertemu maka kami selalu melakukan hubungan
badani.
Rupanya Dian benar-benar ketagihan denganku. Tak malu-malu dia
mencariku, dan bila bertemu langsung memintaku untuk menggaulinya. Tapi
aneh, Dian tak pernah menga-jakku bahkan melarang aku datang ke
rumahnya. Kami biasa melakukan di motel atau hotel melati di kotaku,
beberapa kali aku mengajak Dian ke rumah tante H. Kuperkenal-kan tante H
sebagai familiku, dan tentunya aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan
untuk bercumbu dengannya di kamar yang sering aku dan tante H gunakan
bercumbu.
Suatu hari, entah kenapa tiba-tiba Dian memintaku untuk main ke
rumahnya, katanya dia berulang tahun. Dengan membawa seikat bunga dan
sebuah kado aku ke rumahnya. Aku pencet bel pintu dan Dian yang
membukakan pintu depan. Aku dipersilahkan duduk di ruang tamu. Segera
Dian bergegas masuk dan memanggil mamanya untuk diperkenalkan padaku.
Aku terkejut dan tergugu melihat mamanya; sebab perempuan itu.. ya..
mamanya Dian sudah beberapa kali tidur denganku di rumah tante H. Mama
Dian nam-pak pias wajahnya namun segera mama Dian bisa cepat mengatasi
keadaan. Mama Dian berlagak seolah-olah tak mengenalku, padahal seluruh
bagian badannya sudah pernah kujelajahi. Beberapa saat mama Dian
menemani kami ngobrol. Dengan sikap tenangnya akupun menjadi tenang pula
dan mampu mengatasi keadaan. Kami ngobrol sambil bercanda, dan nampak
terlihat bahwa mama Dian benar-benar seorang Ibu yang sayang pada putri
tunggalnya itu.
Keesokan harinya, mama Dian menemuiku. Di ruang tamu rumah tante H
mama Dian menginterogasiku, ingin tahu sudah sejauh mana hubunganku
dengan Dian. Aku tak mau segera menjawab, tanganku segera menarik
tangannya dan menggelandang tubuhnya ke kamar. Dia berusaha melepaskan
peganganku, namun sia-sia tanganku kuat mencekal, sehingga tak kuasa dia
melepaskan tangannya dari genggamanku. Kukunci pintu kamar dan segera
aku angkat dan rebahkan tubuhnya di atas kasur. Segera kulucuti
pakaianku hingga aku telanjang bulat, dan segera kutindih tubuhnya. Dia
meronta dan memintaku untuk tak menidurinya; namun permintaanya tak
kuindahkan. Aku terus mencumbunya dan satu persatu pakaiannya aku
lucuti, dan akhirnya aku berhasil memasukkan kontolku di vaginanya.
Begitu penisku melesak masuk, maka mama Dian bereaksi, mulai memba-las
dan mengimbangi gerakanku. Akhirnya kami berpacu mengumbar nafsu, sampai
akhirnya mama Dian sampai pada puncak kepuasan.
Peluhku bercucuran menjatuhi tubuh mama Dian, kuteruskan hunjaman
kontolku di memeknya.. Mama Dian mengerang-erang keenakkan, sampai
akhirnya orgasme kedua dicapainya. Aku terus genjot penisku, aku
bener-bener kesal dan marah padanya, karena aku tahu dengan kejadian itu
maka bakalan usai hubunganku dengan Dian, pada-hal cinta mulai bersemi
dihatiku.
Sambil terus kugenjot kontolku di memeknya, kukatakan padanya
bahwa Dian juga sudah sering aku tiduri, namun aku sangat mencintai,
menyayangi bahkan ingin menika-hinya. Aku katakan semua itu dengan
tulus, sambil tak terasa air mataku menetes. Akhirnya dengan hentakan
yang keras aku mengejan kuat, menumpahkan segala rasa yang aku pendam,
menumpahkan seluruh air maniku ke dalam memeknya. Badanku tera-sa lemas,
kupeluk tubuh mama Dian sambil sesenggukan menangis di dadanya. Air
mata-ku mengalir deras, mama Dian membelai kepalaku dengan penuh rasa
sayang; kemudian dikecup dan dilumatnya bibirku.
Tubuhku berguling telentang di samping kanan tubuhnya, mama Dian
merangkul tubuh-ku menyilangkan kaki kiri dan meletakkan kepalanya
didadaku. Terasa memeknya hangat dan berlendir menempel diperutku,
tangan kirinya mngusap-usap wajahku. Tak henti-hentinya mulutnya
menciumku.
Sambil bercumbu aku ceritakan semua kisah romanceku, hingga aku
sampai terlibat dalam pergaulan bebas di rumah tante H. Dengan sabar
didengarnya seluruh kisahku, sesaat kemudian kembali penisku menegang
keras. Segera tanganku bergerilya kembali di memeknya, selanjutnya
kembali kami berpacu mengumbar nafsu kami. Kami bercumbu benar-benar
seperti sepasang pengantin baru saja layaknya. Seolah tak ada puasnya.
Sampai akhirnya kami kembali mencapai puncak kepuasan beberapa kali.
Setelah babak terakhir kami selesaikan, mama Dian bangkit dan
menggandengku menuju kamar mandi, kami mandi berendam bersama di kamar
mandi sambil bercumbu. Sambil berendam kami bersenggama lagi. Setelah
puas kami menumpahkan hasrat kami, kami keringkan tubuh kami dan segera
berpakaian. Nampak sinar puas membias di wajah mama Dian.
Dengan bergandeng tangan kami keluar kamar, kupeluk pinggangnya
dan kuajak menuju ke ruang tamu. Kami duduk berdua, kemudian berbincang
mengenai kelanjutan hubunganku dengan Dian. Mama Dian ingin agar
hubunganku dengan Dian diakhiri saja, walaupun kami sudah begitu jauh
berhubungan, sekalipun Dian sudah hamil karenaku. Dia memberikan
pandangan tentang bagaimana mungkin aku menikahi Dian, sedangkan aku dan
mama Dian pernah berhubungan layaknya suami istri, sebab bagaimanapun
kami akan tinggal serumah. Bagaimana mungkin kami melupakan begitu sqaja
affair kami; rasanya tak mungkin.
Aku bisa mengerti dan menerima alasan mama Dian, namun aku
bingung bagaimana cara menjelaskan kepada Dian. Aku tak sanggup kalau
harus memutuskan Dian. Akhirnya aku ideku pada mama Dian. Selanjutnya
selama beberapa hari aku tak mene-muidan sengaja menghindari Dian.
Mamanya memberitahu kalau Dian saat ini dalam keadaan hamil 2 bulan
akibat hubungannya denganku.
Pada suatu hari, aku di telepon mama Dian. Dia memberitahu kalau
Dian sedang menuju ke rumah tante H untuk menca-ri aku. Aku sudah tahu
apa yang harus aku lakukan, saat itu tante H sedang menyiram tanaman
kesayangannya di kebun belakang. Segera kuhampiri dia dan aku ajak ia ke
kamar yang biasa aku dan Dian pakai untuk berkencan.
Kulucuti seluruh pakaian tante H dan juga pakaianku sendiri,
selanjutnya kami bersenggama seperti biasanya. Tak berapa lama Dian
datang dan langsung menuju ke kamarku. Terdengar pekik tertahan dari
mulut-nya saat melihat adegan di atas ranjang; dimana aku dan tante H
sedang asyik bersenggama. Terdengar pintu kamar dibanting, Dian pulang
ke rumah dengan hati yang amat terluka. Tante H merasa tak tega dengan
kejadian itu, tante H memintaku untuk segera menyusul Dian; namun tak
kuhiraukan; bahkan aku semakin keras dan cepat menghentakan penisku di
memeknya. Tante H mengerang-erang keenakan, mengimbangi dengan gerakan
yang membuat penisku semakin cepat berdenyut. Kami mencapai orgasme
hampir bersama, aku berguling dan menghempaskan badanku ke samping tante
H. Mataku menerawang jauh menatap langit-langit kamar, air mataku
bergulir membasahi pipiku. Inilah akhir hubunganku dengan Dian, akhir
yang amat menyakitkan. Dian pergi dariku dengan membawa benih anaku di
rahimnya.
Musnah sudah impian dan harapanku untuk membina rumah tangga
dengannya. Tante H menghiburku; Dia mengingatkan aku bahwa aku sudah
membuat keputusan yang benar. Jadi tak perlu disesali. Didekapnya
tubuhku, aku menyusupkan mukaku ke dada tante H; ada suatu kedamaian
disana; kedamaian yang memabukkan; yang membangkitkan hasrat
kelelakianku lagi. Sessat kemudian kami berpacu lagi dengan hebat,
hingga beberapa kali tante H mencapai puncak kepuasan. Aku memang
termasuk tipe pria hypersex dan mampu mengatur timing orgasmeku,
sehingga setiap wanita yang tidur denganku pasti merasa puas dan
ketagihan untuk mengulangi lagi denganku.
Beberapa hari kemudian aku terima telepon Dian, sambil terisak
Dian pamit padaku karena dia dan mamanya akan pindah ke Surabaya. Aku
minta alamatnya, tapi Dian keberatan. Dari nada suaranya nampak Dian
sudah tidak marah lagi padaku; maka aku memohon padanya untuk terakhir
kali agar dapat aku menemuinya. Dian mengijinkan aku menemuinya di
rumahnya, segera aku meluncur ke rumahnya untuk Inilah saat terakhir
akku berjumpa dengan kekasihku.
Kupencet bel pintu, mama Dian membuka pintu dan menyilahkan aku
masuk. Nampak wajahnya masih berbalut duka dan kesedihan, dia amat
merasa bersalah karena menjadi penyebab hancurnya hubunganku dengan
Dian. Mama Dian menggandengku menuju ruang keluarga, nampak Dian
kekasihku duduk menungguku.
Melihat aku Dian bangkit dan menghampiri aku, tak kusangka pipiku
ditamparnya dengan keras. Kubiarkan saja agar rasa kesal dan tertekan
dihatinya terlampiaskan. Dian berdiri bengong setelah menamparku,
dilihat tangan dan pipiku bergantian seolah tak percaya akan apa yang
dia lakukan. Tiba-tiba ditubruk dan dipeluknya badanku, dibenamkan
mukanya ke dadaku sambil sesenggukan menumpahkan tangisnya. Aku peluk tubuhnya dan kuelus rambut-nya.
Agak lama kami demikian; kami menyadari bahwa saat inilah saat
terakhir bagi kami untuk bertemu. Mama Dian mendekat dan merangkul kami
berdua, dan membimbing kami untuk duduk di kursi panjang. Kami bertiga
duduk sambil berpelukan, mama Dian ditengah; kedua tangannya memeluk
kami berdua.
Akhirnya kesunyian diantara kami terpecahkan dengan ucapan mama
Dian. Mama Dian mengatakan memberi kesempatan pada kami untuk
memutuskan, apakah akan kami lanjutkan hubungan kami atau kami putuskan
sampai disini saja.
Berat sekali rasanya, jika kami teruskan hubungan kami maka berarti aku
memisahkan jalinan kasih ibu dan anak tunggalnya ini. Aku menyerahkan
keputusan akhir pada Dian. Sambil terisak Dian akhirnya memutuskan untuk
mengakhiri hubungan kami, saat kuingatkan bahwa dirahimnya ada benih
anakku, Dian menjawab biarlah.., ini sebagai tanda cinta kasih kami
berdua.., Dian kan tetap memelihara kandungannya dan akan membesarkan
anak itu dengan kasih sayangnya.
Beberapa saat kemudian aku berpamitan, dengan berat Dian
melepaskan pelukanku, namun sebelum kami berpisah sekali lagi Dian
memintaku untuk menemaninya. Ditariknya aku ke kamarnya dan dengan penuh
kasih sayang, dibukanya pakaianku dan pakaian yang melekat di tubuhnya.
Kami berdiri berpelukan dnegan tanpa sehelai benang menempel pada tubuh
kami.
Kucumbui Dian kekasihku untuk terakhir kalinya, aku genjot
penisku di memeknya dengan lembut dan penuh perasaan, aku khawatir
kalau-kalau genjotanku akan menyakit-kan anakku yang ada dirahimnya.
Semalam kami bercengkerama, pada pagi keesokan harinya aku berpamitan.
Dengan perasaan yang amat berat dilepas kepergianku, aku berpamitan pula
pada mama Dian, aku cium punggung tangannya sebagai tanda kasih anak ke
ibunya, ditengadahkan mukaku dan dikecupnya keningku dengan penuh rasa
sayang. Aku menitipkan anakku pada Dian dan mohon padanya agar memberi
kabar saat kelahirannya nanti. Sampai disitulah akhir hubunganku dengan
Dian dan mamanya.
Beberapa hari setelah perpisahanku dengan Dian, aku merasa sepi
dan sedih. tante H yang senantiasa menghiburku, dengan gurauan,
kemolekan, kehangatan tubuhnya, dan dengan kasih sayangnya Terkadang di
dalam kesendirianku, aku terngat tante U, dengan segala kehangatan
tubuhnya. Aku teringat moment-moment yang pernah kami jalani di salah
satu kamar di rumah tante H.
Di salah satu kamar di rumah tante H itulah kami biasa mengumbar
nafsu kami, saling menumpahkan rasa rindu kami, sudah tak terhitung lagi
barapa banyak aku menyengga-mainya menumpahkan segenap rasa dan
nafsuku, dan sebanyak itu kami berhubungan tak pernah sekalipun kami
menggunakan alat kontrasepsi, baik itu kondom, spriral, tablet atau
sebangsanya. Jadi kami melakukannya secara alami saja, dan tentunya
dapat dibayangkan akibatnya. Yach.. tante U pergi dengan membawa banyak
kenangan indahku, membawa cintaku dan membawa pula janin dari benih yang
kutanam di rahimnya..
Awal semester pertama sudah berjalan 2 bulan lebih 5 hari, jadi
tak terasa aku sudah menempati rumah petak kontrakanku selama itu.
Setiap hari aku berjalan kaki ke tempat kuliah, yang memang tak jauh
dari rumah kontrakanku.
Setiap kali aku berangkat atau pulang kuliah, aku selalu melewati sebuah
rumah yang dihuni satu keluarga dengan dua anak perempuannya,
sebenarnya 3 orang anaknya dan perempuan semuannya. Dua sudah
berkeluarga, yaitu Kak Rani dan Kak Rina, sedangkan si bungsu Yanti
masih SMA kelas 1 (baru masuk).
Kak Rani dan Kak Rina anak kembar, hanya saja nasib Kak Rani
lebih baik ketimbang Kak Rina. Kak Rani bersuamikan pegawai Bank dan
sudah memiliki rumah serta dua anak perempuan, sedangkan Kak Rina
bersuamikan seorang pengemudi box kanvas suatu perusahaan dan belum
dikarunia anak, serta masih tinggal bersama ibunya. Bu Maman seorang
janda yang baik hati dan sayang benar sama cucunya, yaitu anak Kak Rani.
Pada mulanya aku berkenalan dengan Yanti, Yanti termasuk gadis
yang agresif dan aku juga sudah mendengar cukup banyak tentang
petualangan cintanya sejak dia duduk di bangku SMP, jadi masalah sex
buat Yanti bukan hal yang baru lagi.
Perkenalanku terjadi saat aku pulang kuliah sore hari, dimana
hujan turun cukup lebat. Pada saat aku berjalan hendak memasuki mulut
gang, berhentilah sebuah angkot dan ternyata yang turun Yanti dengan
seragam SMAnya.
Aku menawarinya berpayung bersama dan ternyata dia mau. Kuantar
Yanti sampai rumahnya, setiba di rumahnya dipersilahkannya aku masuk dan
duduk di ruang tamu, sementara dia masuk berganti pakaian. Saat aku
menunggu Yanti, Kak Rina keluar dengan membawa secangkir teh hangat dan
kue. Mulutku secara tak sadar ternganga melihat kecantikan Kak Rina.
Mata nakalku tak henti melirik dan mencuri pandang padanya. Padahal Kak
Rina hanya berpakaian sederhana, hanya mengenakan daster motif bunga
sederhana, namun kecantikannya tetap nampak. Kulitnya yang putih
kekuningan dan badannya yang segar dengan buah dada yang menonjol,
semakin menambah kecan-tikan penampilannya sore itu.
Melihatku dia tersenyum, nampak sebaris gigi putih yang bersih
berjajar. Aku tergagap dan segera kuulurkan tangan untuk berkenalan
dengannya. Hangat tengannya dalam genggamanku, dan sambil menunggu Yanti
selesai berganti pakaian dia menemaniku ngobrol. Dalam obrolan ku
dengan Kak Rina sore itu, baru kutahu kalau Kak Rina sering melihatku
saat aku berjalan berangkat dan pulang kuliah. Itulah hari pertamaku
berke-nalan dengan keluarga Yanti.
Pagi esok harinya, saat aku berangkat kuliah, aku bertemu Kak
Rina di mulut gang. Kami bersalaman, tiba-tiba timbul kenakalanku,
kugelitik telapak tangan Kak Rina saat kugeng-gam, ternyata dia diam
saja bahkan senyum padaku. Sejenak kami berbasa-basi bicara, kemudian
aku cepat bergegas kuliah.
Sore hari aku baru pulang kuliah, langit mendung tebal sepertinya
mau hujan. Saat kubuka pintu rumah, kulihat Yanti dan teman kostku
sedang ngobrol di ruang tamu., rupanya dia sengaja datang untukku. Tak
lama kemudian temen kostku pamit mau kuliah sore sampai jam 19.00 WIB.
Setelah aku berganti pakaian kutemui Yanti dan kami ngobrol berdua.
Tiba-tiba aku teringat bahwa Yanti belum kusuguhi minum, cepat-cepat aku
permisi ke dapur untuk membuat minuman buatnya. Saat aku beranjak ke
dapur Yanti mengikutiku dari belakang, dan di dapur kami lanjutkan
obrolan kami sambil kuteruskan membuat minuman.
Yanti berdiri bersandar meja dapur, aku mendekatinya dan iseng
kupegang tangannya. Agaknya Yanti memang mengharap suasana demikian, dia
tanggapi pegangan tanganku dengan mendekatkan tubuhnya ke tubuhku,
sehingga muka kami berjarak cuman beberapa senti saja. Hembusan nafasnya
terasa menerpa wajahku. Kesempatan itu tak kubiarkan lewat begitu saja,
segera aku sambar pinggangnya dan kucium lumat mulutnya.
Kami berciuman agak panjang, lidah kami saling beradu dan
memilin, sementara sigap tanganku menggerayangi dan meremas pantat
Yanti. Tanganku tidak berhenti, terus bergerak menyingkap bagian depan
roknya, dan segera tanganku mengelus-elus memek Yanti yang masih
tertutup celana tipis, sementara itu mulutku menjalar dan menciumi
lehernya. Yanti merintih lembut, dan semakin mempererat pelukannya.
Tangan kananku yang sudah terlatih segera melepas kancing depan
bajunya, selanjutnya meremas-remas buah dadanya, kulepas tali Bhnya dan
segera kujelajahi dua bukit kembarnya yang sudah mengeras. Kuhisap
lembut puting susunya, Yanti semakin menekan kepalaku ke dadanya.
Aku sudah tahu apa yang dikehendakinya, segera kutarik dia ke
kamarku, dan segera kubuka resleting roknya, kulepas bajunya kemudian
BHnya. Nampak tubuh Yanti polos tak tertutup kain, hanya CD tipisnya
saja yang tinggal melekat di badannya. Segera kuhujani Yanti dengan
ciuman, kujilati sekujur tubuhnya, kuhisap puting susunya, dan terus
mulutku bergerak ke bawah, sambil pelan-pelan tanganku melepas CD-nya.
Begitu CD-nya lepas segera kuserbu memeknya, lidahku menjilati memeknya,
sementara kedua tanganku meremas-remas pantatnya yang bulat penuh.
Yanti merintih dan mengerang, dan sesaat kemudian ditariknya bahuku ke
atas, sehingga kami berdiri berhadapan. Segera dilepas kancing bajuku,
dan dilepasnya semua pakaianku. Sambil membungkukan badan dihisap
kontolku, dijilati dan dikocoknya pelan.. Ohh.. sungguh nikmat tak terbayang.
Segera kudorong tubuhnya terlentang di atas dipan dan lidahku
terus bergerilya di memeknya, juga ke dua jari tanganku ikut pula
menjelajahi memeknya, ke dua pahanya mengangkang lebar dan nampak lobang
memeknya sepertinya siap melahap kontolku bulat-bulat. Yanti
mengerang-ngerang dan memintaku segera memasukkan kontol ke dalam
memeknya. Mas.. ayo.. masukkan.. ayo maas..
Hujan di luar turun dengan deras, suara hujan mengalahkan erangan
dan teriakan Yanti, sehingga aku tak khawatir orang akan mendengar
suaranya. Kubiarkan Yanti dalam keadaan begitu, sambil lidahku terus
menjilati memeknya. Yanti merintih dan mengerang.. sambil menghiba untuk
segera memulai permainan kami. Bau memeknya, semakin membangkitkan
gairahku, dan akhirnya akupun tak tahan..
Segera kutindih tubuhnya dan kebenamkan kontolku dimemeknya
dengan satu sentakan yang sedikit agak keras. Segera kukocok memeknya
dengan cepat dan keras. Yanti mengerang, merintih dan mengimbangi
gerakan keluar masuk kontolku dengan pas.., sehingga kadang terasa
kontolku bagai dihisap dan diremas di dalam memeknya.
Terasa kontolku berdenyut-denyut, sepertinya hendak keluar air maniku;
segear kuhentikan gerakan kontolku dan segara kucabut. Kugeser tubuhku
dan kumasukan penisku ke dalam mulutnya. Segera dihisap dan dikulumnya
penisku, tanpa rasa jijik. Setelah agak berkurang denyutan penisku,
segera kubenamkan lagi dalam memek Yanti.
Bukan main, remasan dan sedotan memek Yanti. Aku jadi mengerti
sekarang beda antara memek seorang wanita yang masih gadis dan belum
pernah melahirkan dengan wanita yang sudah melahirkan seperti tante U.
Kubalik tubuh Yanti dan kuangkat pantatnya agak tinggi, sehingga Yanti
dalam posisi nungging. Segera kutancapkan penisku ke memeknya dari
belakang. Lagi-lagi Yanrti mengerang-erang kadang menjerit kecil
Tiba-tiba diangkat dan diputar badannya ke belakang, serta di raihnya
kepalaku serta diciumnya mulutku, sementara penisku tetap bekerja keluar
masuk memeknya.
Berapa saat kemudian kuganti posisi, aku berbaring terlentang dan
Yanti menindih tubuhku. Dipegang dan dibimbingnya penisku masuk ke
vaginanya, dan segera digoyang badanya naik turun di atas tubuhku.
Kuremas payu daranya dan kuhentakan pantatku ke atas, saat badan Yanti
bergerak ke bawah menekan masuk penisku ke dalam memeknya. Tak lama
kemudian gerakan Yanti makin menggila dan makin cepat. Dari mulutnya
terdengar erangan yang semakin keras dan akhirnya badanya menegang
sambil dari mulutnya terdengar lenguhan Ughh.. Aaah.. Aaah.., kemudian
tubuhnya menubruk dan memeluk tubuhku erat-erat, mass.. aku sudah..,
keluar..ooh.. Enak..
Pelan kubalik badanya, dan kutindih serta kugenjot memeknya cepat dan
keras.., terlihat mata Yanti mendelik, membalik ke atas.., mulutnya
merintih dan mengerang..
Kupercepat gerakanku dan kugenjot penisku sepenuh tenaga.., 15 menit
kemudian terasa penisku berdenyut-denyut. Kepala Yanti bergoyang ke
kanan dan ke kiri dan ke kanan, kedua kakinya mengepit pantatku sehingga
tak ada kemungkinan aku mencabut kontolku saat air maniku keluar nanti,
dan akhirnya dengan suatu sentakan yang keras kubanjiri liang memeknya
dengan cairan maniku..
Kumarahi Yanti, karena dia tak memberiku kesempatan membuang air
maniku di luar liang kemaluannya. Aku khawatir hal ini akan berakibat
fatal, yaitu Yanti hamil..
Dia cuma ketawa kecil dan memelukku erat, sambil berbisik di telingaku
bahwa dia sudah KB suntik. Aku terheran-heran mendengarnya, karena sudah
sedemikian jauhnya pengetahuan dia tentang berhubungan sex dan menjaga
diri dari kehamilan. Mendengar itu aku lega dan segera kucium dan
kulumat mulutnya. Kami bercumbu, berciuman dan bergumul di atas dipan,
kebetulan dipanku ukurannya lebar, sehingga kami leluasa bercumbu di
atasnya.
Dua puluh menit berlalu, terasa penisku mulai menegang dan
mengeras. Segera kumasukan lagi kontolku ke memek Yanti. Kembali kami
berdua mengumbar nafsu sepuas hati, kali ini aku tetap menjaga posisi di
atas, karena aku tahu bahwa pada ronde kedua dan ketiga aku lebih bisa
mengatur dan menahan klimaks lebih lama. Yanti mengerang dan merintih,
dan akhirnya pada puncak kepuasan yang kedua kusemburkan lagi
benih-benih manusia ke dalam rahim Yanti.
Keringat kami telah bercampur dan membasahi tubuh kami, seprei
tempat tidur sudah berantakan nggak karuan, kami berbaring berpelukan,
kepalanya di dadaku, tangan Yanti memainkan penisku, dan sesekali kami
saling berciuman.
15 menit kemudian kami ulangi lagi hal yang sama, hingga klimaks kami
dapatkan lagi, Kembali kuguyur memeknya dengan caiaran maniku, sambil
kami berciuman panjang sekali.., seolah tak akan henti..
Setelah cukup beristirahat, segera kami berkemas dan berpakaian,
dan tidak lupa berjanji untuk mengulangi lagi apa yang kami lakukan sore
ini. Menjelang maghrib kuantar Yanti pulang ke rumah, dan sebelum aku
pamit pulang, sekali lagi kupeluk pinggangnya dan kucium bibirnya dengan
mesra. Sejak hari itu resmilah Yanti menjadi pacar tetapku, alias
pemuas nafsuku.
Post a Comment